Selasa, 31 Agustus 2010

Anemia Aplastik


PENDAHULUAN
Anemia aplastik merupakan kegagalan hemopoiesis yang relatif jarang ditemukan namun berpotensi mengancam jiwa. Penyakit ini ditandai oleh pansitopenia dan aplasia sumsum tulang dan pertama kali dilaporkan tahun 1888 oleh Ehrlich pada seorang perempuan muda yang meninggal tidak lama setelah menderita penyakit dengan gejala anemia berat, perdarahan, dan hiperpireksia. Pemeriksaan postmortem terhadap pasien tersebut menunjukkan sumsum tulang yang hiposelular (tidak aktif). Pada tahun 1904, Chauffard pertama kali menggunakan nama anemia aplastik. Puluhan tahun berikutnya defenisi anemia aplastik masih belum berubah dan akhirnya tahun 1934 timbul kesepakatan pendapat bahwa tanda khas penyakit ini adalah pansitopenia sesuai konsep Ehrlich. Pada tahun 1959. Wintobe membuat pemakaian nama anemia aplastik pada kasus pansitopenia, hipoplasia berat atau aplasia sumsum tulang, tanpa ada suatu penyakit primer yang menginfiltrasi, mengganti atau menekan jaringan hemopoietik sumsum tulang. 
 
DEFINISI
Anemia aplastik adalah anemia yang disertai oleh pansitopenia (atau bisitopenia) pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum tulang. Karena sumsum tulang pada sebagian besar kasus bersifat hipoplastik, bukan aplastik total, maka anemia ini disebut juga sebagai anemia hipoplastik.

EPIDEMIOLOGI
Anemia aplastik tergolong penyakit yang jarang dengan insiden di negara maju: 3 – 6 kasus/1 juta penduduk/tahun. Epidemiologi ane¬mia aplastik di Timur jauh mempunyai pola yang berbeda dengan di negara Barat. Di negara Timur (Asia Tenggara dan Cina) insidennya 2 – 3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan di negara Barat, insiden anemia aplastik di dapat di eropa dan Israel sebanyak 2 kasus per 1 juta penduduk. laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan wanita, faktor lingkungan, mungkin infeksi virus, antara lain virus he¬patitis, diduga memegang peranan penting.
Perjalanan penyakit pada pria juga lebih berat daripada perempuan. Perbedaan umur dan jenis kelamin mungkin disebabkan oleh risiko pekerjaan, sedangkan perbedaaan geografis mungkin disebabkan oleh pengaruh lingkungan.

ETIOLOGI
Penyebab anemia aplastik sebagian besar (50-70%) tidak diketahui, atau bersifat idiopatik. Kesulitan dalam mencari penyebab penyakit ini disebabkan oleh proses penyakit yang berlangsung perlahan-lahan. Di samping itu juga disebabkan oleh belum tersedianya model binatang percobaan yang tepat. Sebagian besar penelusuran etiologi dilakukan melalui penelitian epidemiologik. Penyebab anemia aplastik :
Primer
1. Kelainan Kongenital :
a. Fanconi
b. Non-fanconi
c. Dyskeratosis Congenital
d. Cartilage-hair hypoplasia
e. Pearson syndrome
f. Familial aplastic anemia
2. Idiopatik: penyebabnya tidak dapat ditentukan
Sekunder
1. Akibat radiasi, bahan kimia atau obat
2. Akibat idiosinkratik
3. Karena penyebab lain:
a. Infeksi Virus: Epstein-Barr virus (EBV)
b. Akibat kehamilan
Anemia aplastik idiopatik didapat, merupakan jenias anemia aplastik yang paling sering ditemukan, walaupun mekanismenya belum di ketahui, respons yang baik terhadap globulin anti-limfosit (GAL) dan siklosporin A menunjukkan bahwakerusakan autoimun yang di perantarai sel T, kemungkinan terhadap sel induk yang berubah secara struktural dan fungsional, berperan penting. Sebagian besar pasien dating dengan keuhan trombositopenia, infeksi bakteri akibat neutropenia dan gejala anemia.

KLASIFIKASI
Berdasarkan derajat pansitopenia tepi, anemia aplastik didapat diklasifikasikan menjadi tidak berat, berat, atau sangat berat Risiko morbiditas dan mortalitas lebih berkorelasi dengan derajat keparahan sitopenia ketimbang selularitas sumsum tulang. Angka kematian setelah dua tahun dengan perawatan suportif saja untuk pasien anemia aplastik berat atau sangat berat mencapai 80%: infeksi jamur dan sepsis bakterial merupakan penyebab kematian utama. Anemia aplasik tidak berat jarang mengancam jiwa dan sebagai besar tidak membutuhkan terapi.
Klasifikasi Kriteria
• Anemia aplastik berat:

o Selularitas aplastik berat

o Sitopenia sedikitnya dua dari tiga seri sel darah


• Anemia aplastik sangat berat


• Anemia aplastik tidak berat
25 %
• Hitung neutrofil – 500/μl.
• Hitung trombosit – 20.000/μ.l
• Hitung retikulosit absolut
60.000/μl.
Sama seperti di atas kecuali hitung neutrofil – 200/μl
Sumsum tulang hiposelular namun sitopenia tidak memenuhi kriteria berat.

GEJALA KLINIK
Gejala klinik anemia aplastik timbul akibat adanya anemia, leukopenia dan trombositopenia . gejala ini dapat berupa :

a) Sindrom anemia : gejala anemia bervariasi mulai dari ringan sampai berat.
b) Gejala perdarahan : paling sering timbul dalam bentuk perdarahn kulit seperti petekie dan akimosis. Perdarahan organ dalam lebih jarang di jumpai, tetapi jika terjadi perdarahan otak sering bersifat fatal.
c) Tanda-tanda infeksi dapat berupa febris, ulserasi mulut atau syok septik.

PEMERIKSAAN FISIS
Hasil pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pucat ditemukan pada semua pasien yang diteliti sedangkan perdarahan ditemukan pada lebih dari setengah jumlah pasien. Hepatomegali yang sebabnya bermacam-macam, ditemukan pada sebagian kecil pasien sedangkan splenomegali tidak ditemukan pada satu kasus pun. Adanya splenomegali dan limfadenopati justru meragukan diagnosis.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah Tepi. Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Jenis anemia adalah normokrom nomositer. Kadang-kadang, ditemukan pula makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis. Adanya eritorsit muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik. Granulosit dan trombosit ditemukan rendah. Limfositosis relatif terdapat pada lebih dari 75% kasus.
Laju endap darah. Selalu meningkat, bahwa 62 dari 70 kasus (89%) mempunyai laju endap darah lebih dari 100 mm dalam jam pertama.
Sum-sum tulang. Karena adanya sarang-sarang hemopoiesis hiperaktif yang mungkin teraspirasi, maka sering di perlukan aspirasi beberapa kali. Diharuskan melakukan biopsi sum-sum tulang pada setiap kasus tersangka anemia aplastik.

DIAGNOSIS
Pada dasarnya diagnosis anemia aplastik dibuat berdasarkan adanya pansitopenia atau bisitopenia di darah tepi dengan hipoplasia sum-sum tulang, serta dengan menyingkirkan adanya infiltrasi atau supresi pada sumsum tulang. Kriteria diagnosis anemia aplastik menurut International Agranulocytosis and Aplastic Anemia Study Group (IAASG) adalah:
1. Satu dari tiga sebagai berikut:
a. hemoglobin kurang dari 10 g/dl, atau hematokrit kurang dari 30% ,
b. trombosit kurang dari 50x10 /L
c. leukosit kurang dari 3,5x10 /L, atau netrofil kurang dari 1,5 x 109/L
2. Dengan retikulosit < 30xl09/L (<1%)
3. Dengan gambaran sumsum tulang (harus ada spesimen adekuat):
a. Penurunan selularitas dengan hilangnya atau menurunnya semua sel hemopoetik atau selularitas normal oleh hiperplasia eritroid fokal dengan deplesi seri granulosit dan megakariosit.
b. Tidak adanya fibrosis yang bermakna atau infiltrasi neoplastik


PENATALAKSANAAN
Secara garis besarnya terapi untuk anemia aplastik terdiri atas:
1. Terapi kausal;
2. Terapi suportif;
3. Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang: terapi untuk merangsang pertumbuhan sumsum tulapg;
4. Terapi definitif yang terdiri atas:
a. pemakaian anti-lymphocyte globulme;
b. transplantasi sumsum tulang.
Terapi Kausal
Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab. Hindarkan pemaparan lebih lanjut terhadap agen penyebab yang diketahui, tetapi sering hal ini sulit dilakukan karena etiologinya yang tidak jelas atau penyebabnya tidak dapat dikoreksi.
Terapi Suportif
Penyebabnya (jika diketahui) harus disingkirkan, penatalaksanaan awal terutama meliputi perawatan suportif dengan transfusi darah.
Terapi untuk mengatasi akibat pansitopenia.
1. Untuk mengatasi infeksi antara lain:
a) Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat. Sebelum ada hasil biakan berikan antibiotika berspektrum luas yang dapat mengatasi kuman gram positif dan negatif. Biasanya dipakai derivat penisilin semisintetik (ampisilin) dan gentamisin. Sekarang lebih sering dipakai sefalosporin generasi ketiga. Jika hasil biakan sudah datang, sesuaikan antibiotika dengan hasil tes kepekaan.
2. Usaha untuk mengatasi anemia: berikan transfusi packed red cell (PRC) jika hemoglobin <7 g/dl atau ada tanda payah jantung atau anemia yang sangat simtomatik. Koreksi sampai Hb 9 – 10 g%, tidak perlu sampai Hb normal, karena akan menekan eritropoesis inter¬nal. Pada penderita yang akan dipersiapkan untuk transplantasi sumsum tulang pemberian transfusi harus lebih berhati-hati.
3. Usaha untuk mengatasi perdarahan: berikan transfusi konsentrat trombosit jika terdapat perdarahan major atau trombosit < 20.000/ mm . Pemberian trombosit berulang dapat menurunkan efektivitas trombosit karena timbulnya antibodi antitrombosit. Kortikosteroid dapat mengurangi perdarahan kulit
Terapi Definitif
Terapi definitif adalah terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka panjang. Terapi definitif untuk anemia aplastik terdiri atas 2 j jenis pilihan terapi:
1. Terapi imunosupresif antara lain:
a. pemberian anti lymphocyte globuline: Anti lymphocyte globulin I (ALG) atau anti thymocyte globulin (ATG) dapat menekan proses imunologik. ALG mungkin juga bekerja melalui peningkatan pelepasan "haemopoietic growth factor. Sekitar 40 – 70% kasus memberi respons pada ALG, meskipun sebagian respons bersifat tidak komplit (ada defek kualitatif/ kuantitatif). Pemberian ALG merupakan pilihan utama untuk penderita anemia aplastik yang ber'umur di atas 40 tahun.
b. Terapi imunosupresif lain: pemberian metilprednisolon dosis tinggi dengan/atau sislckosporin – A dilaporkan memberikan hasil pada beberapa kasus, tetapi masih memerlukan konfirmasi lebih lanjut. Pernah juga dilaporkan keberhasilan pemberian siklofosfamid dosis tinggi.
2. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definitif yang memberikan harapan kesembuhan, tetapi biayanya sangat mahal, memerlukan peralatan canggih, serta adanya kesulitan dalam men-cari donor yang kompatibel. Transplantasi sumsum tulang, yaitu:
a. merupakan pilihan untuk kasus berumur di bawah 40 tahun;
b. diberikan siklosporin A untuk mengatasi GvHD (graft versus host disease);
c. transplantasi sumsum tulang memberikan kesembuhan jangka panjang pada 60—70% kasus, dengan kesembuhan komplit.


DIAGNOSIS BANDING
Anemia apalstik perlu di bedakan dengan kelainan yang disertai pansitopenia atau bisitopenia pada darh tepi, antara lain :
1) Leukemia aleukemik
2) Sindroma mielodisplastik (tipe hipoplastik)
3) Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria
4) Anemia mieloptsik
5) Pansitopenia karena sebab lain.

PROGNOSIS
Riwayat alamiah anemia aplastik dapat berupa: 1) Berakhir dengan remisi sempurna. Hal ini jarang terjadi kecuali bila iatrogenik akibat kemoterapi atau radiasi. Remisi sempurna biasanya terjadi segera, 2) Meninggal dalam 1 tahun atau lebih. Hal ini terjadi pada sebagian besar kasus, 3) Bertahan hidup selama 20 tahun atau lebih. Membaik dan bertahan hidup lama namun kebanyakan kasus mengalami remisi tidak sempurna.
Jadi, pada anemia aplastik telah dibuat cara pengelompokan sempurna membedakan antara anemia aplastik berat dengan pengelompokan lain untuk anemia aplastik ringan dengan prognosis yang lebih baik. Dengan kemajuan pengobatan prognosis menjadi lebih baik.


DISKUSI
Pasien laki-laki umur 28 tahun datang dengan keluhan utama demam yang dialaminya sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit, terus-menerus, disertai batuk berlendir kehijauan, sesak yang tidak di pengaruhi oleh aktifitas maupun cuaca serta pasien merasa badannya lemas. Dengan insiden laki-laki lebih banyak di bandingkan perempuan. Insiden anemia aplastik umumnya muncul pada usia 15- 25 tahun, pada pria di temukan dua puncak yaitu antara umur 15- 30 dan setelah umur 60 tahun, sedangkan pada perempuan kebanyakan berumur di atas 60 tahun perjalanan penyakit pria juga lebih berat di bandingkan perempuan. (1)
Anemia aplastik muncul mendadak (dalam beberapa hari) atau perlahan-lahan ( berminggu-minggu atau berbulan-bulan). Keluhan yang dapat di temukan sangat bervarias, perdarahan, badan lemah dan pusing merupakan keluhan yang paling sering di temukan.
Dari anamnesis juga di peroleh pasien mengalami melena sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, konsisntensi encer dan frekuensi 2 kali sehari, ini juga merupakan salah satu gejala klinik dari anemia akibat trombositopenia.
Pada pemeriksaan fisik dari pemeriksaan kepala di dapatkan konjungtiva pucat, pemeriksaan abdomen di temukan hepatomegali ± 2 jari di bawah arkus kosta serta peteki pada ekstremitas. Konjungtiva pucat di sebabkan oleh karena kadar Hb yang rendah, hepatomegali yang sebabnya bermacam-macam di temukan pada sebagian kecil pasien. sedangkan splenomegali tidak ditemukan pada satu kasus pun. Adanya splenomegali dan limfadenopati justru meragukan diagnosis. (1) peteki terjadi bisa oleh karena trombositopenia.
Diagnosis awal sementara pada pasien ini yaitu febris pro evaluasi yang di diagnosa banding dengan demam tifoid berdasarkan pola demamnya yang terus- menerus , suspek sepsis berdasarkan adanya peningkatan leukositosis di hasil awal pemeriksaan darah rutin, suspek DIC, suspek pneumonia akibat di curigai adanya batuk berlendir berwarna kehijauan, bisitopenia pro evaluasi, peningkatan enzim hati oleh karena adanya peninggian SGOT/SGPT pada pemeriksaan kimia darah, hiponatremia dan SIRS.
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Jenis anemianya adalah normokrom nomositer. Kadang-kadang, ditemukan pula makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis. Adanya eritorsit muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik. Granulosit dan trombosit ditemukan rendah. Limfositosis relatif terdapat pada lebih dari 75% kasus.(1) Pada pasien ini berdasarkan pemeriksaan laboratorium darah rutin awalnya didiagnosis dengan bisitopenia pro evaluasi, dari ADT awal di temukan suspek LLA, namun selama perjalanan penyakit pasien di rawat di rumah sakit terjadi penurunan terus-menerus pada hasil pemeriksaan darah rutin, setelah di lakukan pemeriksaan ADT ulangan di eritrosit terlihat adanya anisopoikolositosis, normositik normokrom, ovalosit, polikromasi, burr cell , sferosit , namun tidak terlihat adanya benda inklusi, dan normoblas. Leukosit terlihat jumlahnya kurang, dengan limfosit yang tinggi, granulasi toksik,serta vakuolisasi, tapi tidak terlihat adanya sel muda, sedangkan pada trombosit terlihat jumlahnya yang sangat kurang. Dan kesan yang didapatkan yaitu pansitopenia dengan suspek anemia aplastik.
Pada penatalaksanaannya, Secara garis besarnya terapi untuk anemia aplastik terdiri atas: (2) Terapi kausal, terapi suportif, terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang, terapi untuk merangsang pertumbuhan sumsum tulang serta terapi definitif yang terdiri atas: pemakaian anti-lymphocyte globulme dan transplantasi sumsum tulang.
Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab. Hindarkan pemaparan lebih lanjut terhadap agen penyebab yang diketahui, tetapi sering hal ini sulit dilakukan karena etiologinya yang tidak jelas atau penyebabnya tidak dapat dikoreksi.
Terapi Suportif adalah Untuk mengatasi infeksi antara lain: (2) identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat. Sebelum ada hasil biakan berikan antibiotika berspektrum luas yang dapat mengatasi kuman gram positif dan negatif. Sekarang lebih sering dipakai sefalosporin generasi ketiga. Pada pasien ini di berikan anti biotic spectrum luas yaitu cefotaxine 1gr/ 24 jam, dan juga di lakukan kultur darah , hasilnya di dapatkan kuman stafilokokkus, maka segera di berikan antibiotik yang sesuai dengan hasil biakan
Usaha untuk mengatasi anemia sendiri pada pasien ini berikan transfusi packed red cell (PRC) sebab hemoglobin <7 g/dl. Koreksi sampai Hb 9 – 10 g%, tidak perlu sampai Hb normal, karena akan menekan eritropoesis inter¬nal. Usaha untuk mengatasi perdarahannya berikan transfusi konsentrat trombosit jika terdapat perdarahan major atau trombosit < 20.000/ mm . Pemberian trombosit berulang dapat menurunkan efektivitas trombosit karena timbulnya antibodi antitrombosit.(1) Pada pasien ini di berikan methilprednisolon karena kortikosteroid dapat mengurangi perdarahan kulit.
Prognosis pada anemia aplastik telah dibuat cara pengelompokan sempurna membedakan antara anemia aplastik berat dengan pengelompokan lain untuk anemia aplastik ringan. Tetapi dengan kemajuan pengobatan prognosis anemia aplastik menjadi lebih baik.(5) Untuk pasien ini diharapkan pasien dapat menjalankan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan diagnosisnya namun pasien beserta keluarganya meminta pulang paksa dengan alasan pasien sudah merasa lebih baik tanpa keluhan.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger