Rabu, 01 September 2010

Gangguan Konversi

GANGGUAN KONVERSI
A.    PENDAHULUAN
Gangguan ini disebut disosiatif karena dahulu di anggap terjadi hilangnya asosiasi antara berbagai proses mental seperti identitas pribadi dan memori, sensori dan fungsi motorik. Ciri utamanya adalah hilangnya fungsi yang tidak dapat dijelaskan secara medis. Pada penderita didapatkan  hilangnya fungsi seperti memori (amnesia psikogenik), berjalan-jalan dalam keadaan trans (fugue), fungsi motorik (paralisis dan pseudoseizure), atau fungi sensorik (anesthesia sarung tangan dn kaus kaki, glove and stocking anaesthesia). Istilah konversi didasarkan pada teori kuno bahwa perasaan  dan anxietas dikonversikan manjadi gejala-gejala  dengan akibat terselesaikannya konflik mental (keuntungan primer) dan didapatkannya keuntungan praktis seperti perhatian dari orang lain (keuntungan sekunder). Gangguan ini dulunya  juga disebut hysteria yang berasal dari istilah dan keyakinan jaman dahulu bahwa penyebabnya adalah uterus yang berkeliaran (wandering uterus). Meskipun didefinisikan sebagai suatu kondisi yang menyajikan  perubahan atau kehilangan fungsi fisik sugestif dari gangguan fisik, gangguan konversi dianggap menjadi ekspresi dari konflik psikologis atau kebutuhan dasar. Konflik psikologis kritis atau stres mungkin tidak terlihat pada awalnya, tetapi menjadi jelas dalam perjalanannya. Idealnya, ini adalah faktor psikologis terkait simbolis untuk munculnya gejala.  Gejala konversi dianggap hasil dari proses bawah sadar. Hasil yang  dari gejala fisik diklasifikasikan sebagai gangguan buatan atau berpura-pura sakit.  Gejala konversi  dianggap tidak berada di bawah kendali sukarela, dan tidak bisa dijelaskan karena gangguan fisik atau mekanisme patologis yang di ketahui .
Gangguan konversi diklasifikasikan sebagai gangguan disosiatif di ICD-10, untuk menjaga keterkaitannya dengan histeria (Gangguan disosiatif pada DSM-IV). Pada abad ke-19, Paulus- Briket menggambarkan sebagai gangguan disfungsi SSP. Freud untuk pertama kalinya menggunakan istilah konversi untuk merujuk pada pengembangan suatu gejala somatik untuk membantu mengurangi kegelisahan pada saat terjadi penekanan konflik. 

B.     DEFENISI
Gangguan konversi adalah suatu ditandai oleh hilangnya atau ketidakmampuan dalam fungsi fisik, namun tidak ada penyebab organis yang jelas. Gangguan ini dinamakan konversi karena adanya keyakinan psikodinamika bahwa gangguan tersebut mencerminkan penyaluran, atau konversi dari energi seksual atau agresif yang direpresikan ke gejala fisik. Dimana gejala konversi menyerupai  gejala-gejala neurologis atau medis umum yang melibatkan masalah dengan fungsi motorik yang volunter atau fungsi sensoris.

C.    ETIOLOGI
Etiologi yang sebenarnya belum diketahui, tetapi kebanyakan  menganggap gangguan konversi disebabkan sebelumnya oleh stress yang berat, konflik emosional, atau gangguan kejiwaan yang terkait. Beberapa dari pasien gangguan koversi  memiliki gangguan kepribadian atau menampilkan sifat-sifat histeris. Penyebab gangguan konversi yang langsung biasanya mengalami peristiwa sangat menegangkan atau peristiwa trauma. Gangguan ini dapat dianggap sebagai usaha atau ekspresi psikologis  seseorang dari suatu masalah. Depresi dan gangguan psikologis lain sering terlihat pada pasien dengan gangguan konversi.
 Pada anak-anak, gangguan konversi sering diamati karena adanya kekerasan fisik atau perilaku seksual. Anak-anak yang memiliki anggota keluarga dengan riwayat gangguan  konversi lebih memungkinkan untuk menderita gangguan konversi. Selain itu, jika ada anggota keluarga yang sakit parah atau sakit kronis, anak-anak cenderung akan terpengaruh.
Menurut teori psikodinamik, gejala konversi berkembang mempertahankan impuls yang tidak dapat diterima. Keuntungan utama  suatu gejala konversi adalah kecemasan mengikat dan menyimpan konflik internal. Gejala tersebut memiliki nilai simbolis yang merupakan representasi dan solusi sebagian dari konflik psikologis yang mendalam untuk menghindari diri dari rasa ketidakmampuan melalakukan sesuatu. Sedangkan menurut teori belajar, gejala dari gangguan konversi merupakan respon terhadap stres maladaptive  yang dipelajari . Pasien mendapat keuntungan sekunder dengan menghindari kegiatan yang terutama menyerang mereka, sehingga mendapatkan dukungan dari keluarga dan teman-teman. 

D.    EPIDEMIOLOGI
Gangguan  konversi yang sebenarnya jarang di dapatkan. Insiden telah dilaporkan 11-300 kasus per 100.000 orang. Faktor budaya mungkin memainkan peran yang sangat penting. Gejala yang mungkin dianggap sebagai gangguan konversi di Amerika Serikat  mungkin merupakan ekspresi normal dari  kecemasan budaya lain. Sebuah penelitian melaporkan bahwa gangguan konversi mencapai 1,2-11,5% dari konsultasi kepada psikiatris untuk pasien rawat inap medis dan bedah sedangkan pada rumah sakit nasional di London hanya terdapat 1% dari pasien rawat inap, untuk insiden di Islandia dilaporkan gangguan konversi  mencapai 15 kasus per 100.000 orang.
Gangguan Konversi dapat muncul  pada umur berapapun tetapi jarang pada anak-anak muda umumnya pada sekitar 10 tahun atau orang tua usia  35 tahunn. Dalam studi University of Iowa dari 32 pasien dengan gangguan konversi, ditemukan rata-rata usia  41 tahun dengan rentang 23-58 tahun. Pada pasien anak, kejadian konversi meningkat setelah kekerasan fisik atau seksual. Insiden juga peningkatan orang anak yang orang tuanya adalah baik sakit parah atau sakit kronis.


E.     GAMBARAN KLINIK
Seseorang dengan gangguan konversi sering memiliki tanda-tanda fisik tetapi tidak memiliki tanda-tanda neurologis  untuk mendukung gejala mereka. 
  • Kelemahan
Kelemahan biasanya melibatkan seluruh gerakan daripada kelompok otot tertentu. Kelemahan  pada kaki lebih sering di bandingkan pada mata, wajah atau gerakan servikal. Dengan menggunakan berbagai teknik klinis, kelemahan satu anggota tubuh dapat diperlihatkan untuk menyebabkan kontraksi yang berlawanan dengan beberapa otot tertentu .
  • Gangguan fungsi sensorik
Kehilangan sensorik atau distorsi sering tidak sesuai ketika di uji lebih dari satu kali dan bertentangan dengan saraf perifer dan distribusi asal
  • Gangguan fungsi visual
Gejala visual  dapat meliputi diplopia, triplopia, cacat bidang, dan kebutaan bilateral terkait dengan refleks pupil yang masih utuh.
  • Gangguan gaya berjalan
o   Astasia-abasia adalah gangguan koordinasi motorik ditandai dengan ketidakmampuan untuk berdiri walaupun kemampuannya normal untuk menggerakkan kaki ketika berbaring atau sedang duduk.
o   Pasien dapat berjalan dengan normal jika mereka berpikir mereka tidak sedang diamati.
o   Terkadang bila sedang di amati, pasien secara aktif berusaha untuk jatuh. Hal  ini bertentangan dengan pasien dengan penyakit organik yang akan berusaha untuk melindungi diri sendiri.
o   Pseudoseizures
o   Selama serangan, ditandai keterlibatan otot-otot truncal dengan opistotonos dan kepala atau badan berputar ke arah lateral. Semua 4 tungkai mungkin menunjukkan gerakan meronta-ronta , yang mungkin akan meningkatkan intensitas jika pengekangan diterapkan.
o   Sianosis jarang terjadi kecuali pasien  dengan sengaja menahan nafas mereka.
o   Menggigit lidah atau inkontinensia jarang terjadi kecuali pasien memiliki beberapa tingkat pengetahuan medis tentang penyakit.
o   Ini Berbeda dengan kejang yang sebenarnya, pseudoseizures terutama terjadi di hadapan orang lain dan bukan ketika pasien sendirian atau tidur.

F.     DIAGNOSIS
Mungkin agak sulit mendiagnosis gangguan ini. Kemungkinan penyebab organik harus disingkirkan lebih dahulu dan hal ini dapat berakibat pemeriksaan yang lebih ekstensif. Hal-hal yang perlu di pertimbangkan adalah kemungkinan dibuat-buatnya gejala tersebut.
Disini ada dua kemungkinan, gangguan buatan ( factitious disorder) atau berpura-pura (malingering) . Pada gangguan buatan, gejala-gejala dibuat dengan sengaja untuk mendapatkan perawatan medis, sedangkan pada berpura-pura untuk mendapatkan keuntungan pribadi.menentukan hal ini tidaklah mudah dan mungkin memerlukan bukti bahwa ada inkonsistensi dalam gejalanya.
Dilakukan pula pemeriksaan Laboratorium untuk menyingkirkan hipoglikemia atau hiperglikemia, gagal ginjal , atau obat-obat yang terkait dengan penyebab , foto dada x-ray atau CT scan , elektrokardiogram (ECG, EKG) yaitu untuk merekam aktivitas jantung dengan mengukur arus listrik melalui otot jantung dan dapat juga dilakukan pemeriksaan cairan tulang belakang untuk memeriksa penyebab neurologis .
Beberapa faktor resiko gangguan konversi diantaranya adalah :
-          Adanya stress yang  bermakna atau trauma emosional
-          Perempuan lebih mungkin untuk mendapatkan gangguan konversi dibandingkan laki-laki
-          Menjadi remaja atau dewasa muda . Gangguan konversi dapat terjadi pada umur berapapun, tetapi paling umum pada usia remaja atau awal masa dewasa
-          Memiliki kondisi kesehatan mental seperti suasana hati dan gangguan kecemasan, gangguan disosiatif dan gangguan kepribadian tertentu
-          Memiliki anggota keluarga dengan gangguan konversi
-          Sejarah kekerasan fisik atau seksual

G.    PENATALAKSANAAN
Yang terpenting dalam penatalaksanaannya yaitu bisa  menerima gejala pasien sebagai hal yang nyata, tetapi dapat menjelaskan bahwa itu hal itu bersifat reversible. Dan diupayakan untuk dapat kembali ke fungsi semula secara bertahap. Dalam beberapa kasus, pasien mungkin mulai sembuh secara spontan. Setelah penyebab fisik untuk gejala telah dikesampingkan, pasien dapat mulai merasa lebih baik dan gejala mungkin mulai memudar. Dalam beberapa kasus, pasien mungkin membutuhkan bantuan dalam pemulihan dari gejala mereka. Pilihan pengobatan dapat mencakup hal berikut:

·   Konseling dan psikoterapi
Membahas permasalahan dengan seorang konselor dapat membantu  mengatasi penyebab yang mendasari gejala fisik. Di  lanjutan dengan  belajar cara menangani stres sepanjang hidup juga penting, karena sekitar 25% dari pasien dengan gangguan ini sering mengalami episode masa depan.
·   Terapi farmakologi
Digunakan dalam beberapa kasus, antidepresan juga dapat digunakan untuk mempercepat pemulihan. Penelitian telah menunjukkan bahwa antidepresan dapat membantu pasien dengan gangguan konversi.
·   Pasien mungkin membutuhkan terapi untuk mengatasi tidak digunakannya anggota badan, misalnya, dan untuk mempelajari kembali perilaku normal. 

H.    DIAGNOSIS BANDING
Kondisi medis yang mungkin meniru gejala konversi adalah sebagai berikut:
  • Multiple sclerosis (dengan kebutaan sekunder untuk neuritis optik)
  •  Myasthenia gravis (dengan kelemahan otot)
  • Kelumpuhan periodik (dengan  kelemahan otot)
  • Miopati  )
  • Polimiositis
  • Guillain-Barré Syndrome
Kondisi Psikiatris yang harus dibedakan antara lain:
  • Gangguan psikotik
  • Gangguan mood
  • Gangguan buatan atau berpura-pura sakit 
  • Gangguan  somatisasi
  • Di bedakan dengan gangguan somatoform
I.       PROGNOSIS
Umumnya prognosisnya baik. Faktor yang terkait dengan prognosis yang baik adalah sebagai berikut:
  • Serangan  yang akut
  • Penyebab tekanan pada saat terjadi serangan jelas
  • Jarak  antara serangan dengan memulai pengobatan  tidak terlalu jauh
  • Daya kognitif dan kecerdasan  baik
  • Gejala aphonia, kelumpuhan, dan atau kebutaan (yang bertentangan dengan kejang dan gemetaran, yang berhubungan dengan prognosis buruk) 
J.      KESIMPULAN
Gangguan konversi adalah suatu ditandai oleh hilangnya atau ketidakmampuan dalam fungsi fisik, namun tidak ada penyebab organis yang jelas. Gangguan ini dinamakan konversi karena adanya keyakinan psikodinamika bahwa gangguan tersebut mencerminkan penyaluran, atau konversi dari energi seksual atau agresif yang direpresikan ke gejala fisik. Etiologi yang sebenarnya belum diketahui, tetapi kebanyakan  menganggap gangguan konversi disebabkan sebelumnya oleh stress yang berat, konflik emosional, atau gangguan kejiwaan yang terkait. Gangguan  konversi yang sebenarnya jarang di dapatkan. Seseorang dengan gangguan konversi sering memiliki tanda-tanda fisik tetapi tidak memiliki tanda-tanda neurologis  untuk mendukung gejala mereka seperti kelemahan otot, gangguan fungsi sensorik maupun motorik. Kemungkinan penyebab organik harus disingkirkan lebih dahulu dan hal ini dapat berakibat pemeriksaan yang ekstensif. Hal-hal yang perlu di pertimbangkan adalah kemungkinan dibuat-buatnya gejala terrsebut. Yang terpenting dalam penatalaksanaannya yaitu setelah penyebab fisik untuk gejala telah dikesampingkan, pasien dapat mulai merasa lebih baik dan gejala mungkin mulai memudar. Pilihan pengobatan dapat mencakup konseling dan terapi farmakologi biasanya digunakan anti depresan. Prognosis umumnya baik.


















1 komentar:

  1. terima kasih sekali :) memudahkan saya dalam mengerjakan tugas makalah.

    BalasHapus

Powered By Blogger