Selasa, 31 Agustus 2010

Anemia Aplastik


PENDAHULUAN
Anemia aplastik merupakan kegagalan hemopoiesis yang relatif jarang ditemukan namun berpotensi mengancam jiwa. Penyakit ini ditandai oleh pansitopenia dan aplasia sumsum tulang dan pertama kali dilaporkan tahun 1888 oleh Ehrlich pada seorang perempuan muda yang meninggal tidak lama setelah menderita penyakit dengan gejala anemia berat, perdarahan, dan hiperpireksia. Pemeriksaan postmortem terhadap pasien tersebut menunjukkan sumsum tulang yang hiposelular (tidak aktif). Pada tahun 1904, Chauffard pertama kali menggunakan nama anemia aplastik. Puluhan tahun berikutnya defenisi anemia aplastik masih belum berubah dan akhirnya tahun 1934 timbul kesepakatan pendapat bahwa tanda khas penyakit ini adalah pansitopenia sesuai konsep Ehrlich. Pada tahun 1959. Wintobe membuat pemakaian nama anemia aplastik pada kasus pansitopenia, hipoplasia berat atau aplasia sumsum tulang, tanpa ada suatu penyakit primer yang menginfiltrasi, mengganti atau menekan jaringan hemopoietik sumsum tulang. 
 
DEFINISI
Anemia aplastik adalah anemia yang disertai oleh pansitopenia (atau bisitopenia) pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum tulang. Karena sumsum tulang pada sebagian besar kasus bersifat hipoplastik, bukan aplastik total, maka anemia ini disebut juga sebagai anemia hipoplastik.

EPIDEMIOLOGI
Anemia aplastik tergolong penyakit yang jarang dengan insiden di negara maju: 3 – 6 kasus/1 juta penduduk/tahun. Epidemiologi ane¬mia aplastik di Timur jauh mempunyai pola yang berbeda dengan di negara Barat. Di negara Timur (Asia Tenggara dan Cina) insidennya 2 – 3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan di negara Barat, insiden anemia aplastik di dapat di eropa dan Israel sebanyak 2 kasus per 1 juta penduduk. laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan wanita, faktor lingkungan, mungkin infeksi virus, antara lain virus he¬patitis, diduga memegang peranan penting.
Perjalanan penyakit pada pria juga lebih berat daripada perempuan. Perbedaan umur dan jenis kelamin mungkin disebabkan oleh risiko pekerjaan, sedangkan perbedaaan geografis mungkin disebabkan oleh pengaruh lingkungan.

ETIOLOGI
Penyebab anemia aplastik sebagian besar (50-70%) tidak diketahui, atau bersifat idiopatik. Kesulitan dalam mencari penyebab penyakit ini disebabkan oleh proses penyakit yang berlangsung perlahan-lahan. Di samping itu juga disebabkan oleh belum tersedianya model binatang percobaan yang tepat. Sebagian besar penelusuran etiologi dilakukan melalui penelitian epidemiologik. Penyebab anemia aplastik :
Primer
1. Kelainan Kongenital :
a. Fanconi
b. Non-fanconi
c. Dyskeratosis Congenital
d. Cartilage-hair hypoplasia
e. Pearson syndrome
f. Familial aplastic anemia
2. Idiopatik: penyebabnya tidak dapat ditentukan
Sekunder
1. Akibat radiasi, bahan kimia atau obat
2. Akibat idiosinkratik
3. Karena penyebab lain:
a. Infeksi Virus: Epstein-Barr virus (EBV)
b. Akibat kehamilan
Anemia aplastik idiopatik didapat, merupakan jenias anemia aplastik yang paling sering ditemukan, walaupun mekanismenya belum di ketahui, respons yang baik terhadap globulin anti-limfosit (GAL) dan siklosporin A menunjukkan bahwakerusakan autoimun yang di perantarai sel T, kemungkinan terhadap sel induk yang berubah secara struktural dan fungsional, berperan penting. Sebagian besar pasien dating dengan keuhan trombositopenia, infeksi bakteri akibat neutropenia dan gejala anemia.

KLASIFIKASI
Berdasarkan derajat pansitopenia tepi, anemia aplastik didapat diklasifikasikan menjadi tidak berat, berat, atau sangat berat Risiko morbiditas dan mortalitas lebih berkorelasi dengan derajat keparahan sitopenia ketimbang selularitas sumsum tulang. Angka kematian setelah dua tahun dengan perawatan suportif saja untuk pasien anemia aplastik berat atau sangat berat mencapai 80%: infeksi jamur dan sepsis bakterial merupakan penyebab kematian utama. Anemia aplasik tidak berat jarang mengancam jiwa dan sebagai besar tidak membutuhkan terapi.
Klasifikasi Kriteria
• Anemia aplastik berat:

o Selularitas aplastik berat

o Sitopenia sedikitnya dua dari tiga seri sel darah


• Anemia aplastik sangat berat


• Anemia aplastik tidak berat
25 %
• Hitung neutrofil – 500/μl.
• Hitung trombosit – 20.000/μ.l
• Hitung retikulosit absolut
60.000/μl.
Sama seperti di atas kecuali hitung neutrofil – 200/μl
Sumsum tulang hiposelular namun sitopenia tidak memenuhi kriteria berat.

GEJALA KLINIK
Gejala klinik anemia aplastik timbul akibat adanya anemia, leukopenia dan trombositopenia . gejala ini dapat berupa :

a) Sindrom anemia : gejala anemia bervariasi mulai dari ringan sampai berat.
b) Gejala perdarahan : paling sering timbul dalam bentuk perdarahn kulit seperti petekie dan akimosis. Perdarahan organ dalam lebih jarang di jumpai, tetapi jika terjadi perdarahan otak sering bersifat fatal.
c) Tanda-tanda infeksi dapat berupa febris, ulserasi mulut atau syok septik.

PEMERIKSAAN FISIS
Hasil pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pucat ditemukan pada semua pasien yang diteliti sedangkan perdarahan ditemukan pada lebih dari setengah jumlah pasien. Hepatomegali yang sebabnya bermacam-macam, ditemukan pada sebagian kecil pasien sedangkan splenomegali tidak ditemukan pada satu kasus pun. Adanya splenomegali dan limfadenopati justru meragukan diagnosis.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah Tepi. Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Jenis anemia adalah normokrom nomositer. Kadang-kadang, ditemukan pula makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis. Adanya eritorsit muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik. Granulosit dan trombosit ditemukan rendah. Limfositosis relatif terdapat pada lebih dari 75% kasus.
Laju endap darah. Selalu meningkat, bahwa 62 dari 70 kasus (89%) mempunyai laju endap darah lebih dari 100 mm dalam jam pertama.
Sum-sum tulang. Karena adanya sarang-sarang hemopoiesis hiperaktif yang mungkin teraspirasi, maka sering di perlukan aspirasi beberapa kali. Diharuskan melakukan biopsi sum-sum tulang pada setiap kasus tersangka anemia aplastik.

DIAGNOSIS
Pada dasarnya diagnosis anemia aplastik dibuat berdasarkan adanya pansitopenia atau bisitopenia di darah tepi dengan hipoplasia sum-sum tulang, serta dengan menyingkirkan adanya infiltrasi atau supresi pada sumsum tulang. Kriteria diagnosis anemia aplastik menurut International Agranulocytosis and Aplastic Anemia Study Group (IAASG) adalah:
1. Satu dari tiga sebagai berikut:
a. hemoglobin kurang dari 10 g/dl, atau hematokrit kurang dari 30% ,
b. trombosit kurang dari 50x10 /L
c. leukosit kurang dari 3,5x10 /L, atau netrofil kurang dari 1,5 x 109/L
2. Dengan retikulosit < 30xl09/L (<1%)
3. Dengan gambaran sumsum tulang (harus ada spesimen adekuat):
a. Penurunan selularitas dengan hilangnya atau menurunnya semua sel hemopoetik atau selularitas normal oleh hiperplasia eritroid fokal dengan deplesi seri granulosit dan megakariosit.
b. Tidak adanya fibrosis yang bermakna atau infiltrasi neoplastik


PENATALAKSANAAN
Secara garis besarnya terapi untuk anemia aplastik terdiri atas:
1. Terapi kausal;
2. Terapi suportif;
3. Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang: terapi untuk merangsang pertumbuhan sumsum tulapg;
4. Terapi definitif yang terdiri atas:
a. pemakaian anti-lymphocyte globulme;
b. transplantasi sumsum tulang.
Terapi Kausal
Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab. Hindarkan pemaparan lebih lanjut terhadap agen penyebab yang diketahui, tetapi sering hal ini sulit dilakukan karena etiologinya yang tidak jelas atau penyebabnya tidak dapat dikoreksi.
Terapi Suportif
Penyebabnya (jika diketahui) harus disingkirkan, penatalaksanaan awal terutama meliputi perawatan suportif dengan transfusi darah.
Terapi untuk mengatasi akibat pansitopenia.
1. Untuk mengatasi infeksi antara lain:
a) Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat. Sebelum ada hasil biakan berikan antibiotika berspektrum luas yang dapat mengatasi kuman gram positif dan negatif. Biasanya dipakai derivat penisilin semisintetik (ampisilin) dan gentamisin. Sekarang lebih sering dipakai sefalosporin generasi ketiga. Jika hasil biakan sudah datang, sesuaikan antibiotika dengan hasil tes kepekaan.
2. Usaha untuk mengatasi anemia: berikan transfusi packed red cell (PRC) jika hemoglobin <7 g/dl atau ada tanda payah jantung atau anemia yang sangat simtomatik. Koreksi sampai Hb 9 – 10 g%, tidak perlu sampai Hb normal, karena akan menekan eritropoesis inter¬nal. Pada penderita yang akan dipersiapkan untuk transplantasi sumsum tulang pemberian transfusi harus lebih berhati-hati.
3. Usaha untuk mengatasi perdarahan: berikan transfusi konsentrat trombosit jika terdapat perdarahan major atau trombosit < 20.000/ mm . Pemberian trombosit berulang dapat menurunkan efektivitas trombosit karena timbulnya antibodi antitrombosit. Kortikosteroid dapat mengurangi perdarahan kulit
Terapi Definitif
Terapi definitif adalah terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka panjang. Terapi definitif untuk anemia aplastik terdiri atas 2 j jenis pilihan terapi:
1. Terapi imunosupresif antara lain:
a. pemberian anti lymphocyte globuline: Anti lymphocyte globulin I (ALG) atau anti thymocyte globulin (ATG) dapat menekan proses imunologik. ALG mungkin juga bekerja melalui peningkatan pelepasan "haemopoietic growth factor. Sekitar 40 – 70% kasus memberi respons pada ALG, meskipun sebagian respons bersifat tidak komplit (ada defek kualitatif/ kuantitatif). Pemberian ALG merupakan pilihan utama untuk penderita anemia aplastik yang ber'umur di atas 40 tahun.
b. Terapi imunosupresif lain: pemberian metilprednisolon dosis tinggi dengan/atau sislckosporin – A dilaporkan memberikan hasil pada beberapa kasus, tetapi masih memerlukan konfirmasi lebih lanjut. Pernah juga dilaporkan keberhasilan pemberian siklofosfamid dosis tinggi.
2. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definitif yang memberikan harapan kesembuhan, tetapi biayanya sangat mahal, memerlukan peralatan canggih, serta adanya kesulitan dalam men-cari donor yang kompatibel. Transplantasi sumsum tulang, yaitu:
a. merupakan pilihan untuk kasus berumur di bawah 40 tahun;
b. diberikan siklosporin A untuk mengatasi GvHD (graft versus host disease);
c. transplantasi sumsum tulang memberikan kesembuhan jangka panjang pada 60—70% kasus, dengan kesembuhan komplit.


DIAGNOSIS BANDING
Anemia apalstik perlu di bedakan dengan kelainan yang disertai pansitopenia atau bisitopenia pada darh tepi, antara lain :
1) Leukemia aleukemik
2) Sindroma mielodisplastik (tipe hipoplastik)
3) Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria
4) Anemia mieloptsik
5) Pansitopenia karena sebab lain.

PROGNOSIS
Riwayat alamiah anemia aplastik dapat berupa: 1) Berakhir dengan remisi sempurna. Hal ini jarang terjadi kecuali bila iatrogenik akibat kemoterapi atau radiasi. Remisi sempurna biasanya terjadi segera, 2) Meninggal dalam 1 tahun atau lebih. Hal ini terjadi pada sebagian besar kasus, 3) Bertahan hidup selama 20 tahun atau lebih. Membaik dan bertahan hidup lama namun kebanyakan kasus mengalami remisi tidak sempurna.
Jadi, pada anemia aplastik telah dibuat cara pengelompokan sempurna membedakan antara anemia aplastik berat dengan pengelompokan lain untuk anemia aplastik ringan dengan prognosis yang lebih baik. Dengan kemajuan pengobatan prognosis menjadi lebih baik.


DISKUSI
Pasien laki-laki umur 28 tahun datang dengan keluhan utama demam yang dialaminya sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit, terus-menerus, disertai batuk berlendir kehijauan, sesak yang tidak di pengaruhi oleh aktifitas maupun cuaca serta pasien merasa badannya lemas. Dengan insiden laki-laki lebih banyak di bandingkan perempuan. Insiden anemia aplastik umumnya muncul pada usia 15- 25 tahun, pada pria di temukan dua puncak yaitu antara umur 15- 30 dan setelah umur 60 tahun, sedangkan pada perempuan kebanyakan berumur di atas 60 tahun perjalanan penyakit pria juga lebih berat di bandingkan perempuan. (1)
Anemia aplastik muncul mendadak (dalam beberapa hari) atau perlahan-lahan ( berminggu-minggu atau berbulan-bulan). Keluhan yang dapat di temukan sangat bervarias, perdarahan, badan lemah dan pusing merupakan keluhan yang paling sering di temukan.
Dari anamnesis juga di peroleh pasien mengalami melena sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, konsisntensi encer dan frekuensi 2 kali sehari, ini juga merupakan salah satu gejala klinik dari anemia akibat trombositopenia.
Pada pemeriksaan fisik dari pemeriksaan kepala di dapatkan konjungtiva pucat, pemeriksaan abdomen di temukan hepatomegali ± 2 jari di bawah arkus kosta serta peteki pada ekstremitas. Konjungtiva pucat di sebabkan oleh karena kadar Hb yang rendah, hepatomegali yang sebabnya bermacam-macam di temukan pada sebagian kecil pasien. sedangkan splenomegali tidak ditemukan pada satu kasus pun. Adanya splenomegali dan limfadenopati justru meragukan diagnosis. (1) peteki terjadi bisa oleh karena trombositopenia.
Diagnosis awal sementara pada pasien ini yaitu febris pro evaluasi yang di diagnosa banding dengan demam tifoid berdasarkan pola demamnya yang terus- menerus , suspek sepsis berdasarkan adanya peningkatan leukositosis di hasil awal pemeriksaan darah rutin, suspek DIC, suspek pneumonia akibat di curigai adanya batuk berlendir berwarna kehijauan, bisitopenia pro evaluasi, peningkatan enzim hati oleh karena adanya peninggian SGOT/SGPT pada pemeriksaan kimia darah, hiponatremia dan SIRS.
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Jenis anemianya adalah normokrom nomositer. Kadang-kadang, ditemukan pula makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis. Adanya eritorsit muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik. Granulosit dan trombosit ditemukan rendah. Limfositosis relatif terdapat pada lebih dari 75% kasus.(1) Pada pasien ini berdasarkan pemeriksaan laboratorium darah rutin awalnya didiagnosis dengan bisitopenia pro evaluasi, dari ADT awal di temukan suspek LLA, namun selama perjalanan penyakit pasien di rawat di rumah sakit terjadi penurunan terus-menerus pada hasil pemeriksaan darah rutin, setelah di lakukan pemeriksaan ADT ulangan di eritrosit terlihat adanya anisopoikolositosis, normositik normokrom, ovalosit, polikromasi, burr cell , sferosit , namun tidak terlihat adanya benda inklusi, dan normoblas. Leukosit terlihat jumlahnya kurang, dengan limfosit yang tinggi, granulasi toksik,serta vakuolisasi, tapi tidak terlihat adanya sel muda, sedangkan pada trombosit terlihat jumlahnya yang sangat kurang. Dan kesan yang didapatkan yaitu pansitopenia dengan suspek anemia aplastik.
Pada penatalaksanaannya, Secara garis besarnya terapi untuk anemia aplastik terdiri atas: (2) Terapi kausal, terapi suportif, terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang, terapi untuk merangsang pertumbuhan sumsum tulang serta terapi definitif yang terdiri atas: pemakaian anti-lymphocyte globulme dan transplantasi sumsum tulang.
Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab. Hindarkan pemaparan lebih lanjut terhadap agen penyebab yang diketahui, tetapi sering hal ini sulit dilakukan karena etiologinya yang tidak jelas atau penyebabnya tidak dapat dikoreksi.
Terapi Suportif adalah Untuk mengatasi infeksi antara lain: (2) identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat. Sebelum ada hasil biakan berikan antibiotika berspektrum luas yang dapat mengatasi kuman gram positif dan negatif. Sekarang lebih sering dipakai sefalosporin generasi ketiga. Pada pasien ini di berikan anti biotic spectrum luas yaitu cefotaxine 1gr/ 24 jam, dan juga di lakukan kultur darah , hasilnya di dapatkan kuman stafilokokkus, maka segera di berikan antibiotik yang sesuai dengan hasil biakan
Usaha untuk mengatasi anemia sendiri pada pasien ini berikan transfusi packed red cell (PRC) sebab hemoglobin <7 g/dl. Koreksi sampai Hb 9 – 10 g%, tidak perlu sampai Hb normal, karena akan menekan eritropoesis inter¬nal. Usaha untuk mengatasi perdarahannya berikan transfusi konsentrat trombosit jika terdapat perdarahan major atau trombosit < 20.000/ mm . Pemberian trombosit berulang dapat menurunkan efektivitas trombosit karena timbulnya antibodi antitrombosit.(1) Pada pasien ini di berikan methilprednisolon karena kortikosteroid dapat mengurangi perdarahan kulit.
Prognosis pada anemia aplastik telah dibuat cara pengelompokan sempurna membedakan antara anemia aplastik berat dengan pengelompokan lain untuk anemia aplastik ringan. Tetapi dengan kemajuan pengobatan prognosis anemia aplastik menjadi lebih baik.(5) Untuk pasien ini diharapkan pasien dapat menjalankan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan diagnosisnya namun pasien beserta keluarganya meminta pulang paksa dengan alasan pasien sudah merasa lebih baik tanpa keluhan.











Epilepsi

BAB I
PENDAHULUAN

Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Epilepsi sering dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang berat bagi penyandangnya (pendidikan yang rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial, rasa rendah diri, kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya). Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak
Bangkitnya epilepsi terjadi apabila proses eksitasi didalam otak lebih dominan dari pada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen, disinhibisi, pergeseran konsentrasi ion ekstraselular, voltage-gated ion-channel opening, dan menguatkan sinkroni neuron sangat penting artinya dalam hal inisiasi dan perambatan aktivitas bangkitan epileptik. Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi ion didalam ruang ekstraselular dan intraselular, dan oleh gerakan keluar masuk ion-ion menerobos membran neuron.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik.Di Inggris, satu orang diantara 131 orang menyindap epilepsi. Jadi setidaknya 456.000 penyindap epilepsi di Inggris. Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup. Di Amerika Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan pada lima tahun terakhir. Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di seluruh dunia mengidap epilepsi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1.Definisi
Epilepsi adalah salah satu penyakit neurologis yaitu suatu manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai etiologi namun dengan gejala tunggal yang khas yaitu serangan berkala yang disebabkan oleh lepas muatan listrik neuron-neuron secara tiba-tiba dan berlebihan yang cenderung untuk mengalami kejang berulang
Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinik dari bangkitan serupa (stereotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut.
Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsi yang terjadi secara bersama-sama yang berhubungan dengan etiologi, umur, onset, jenis bangkitan, factor pencetus, dan kronisitas. Setelah masa neonatus, penyebab epilepsi mencakup berbagai keadaan yang didapat, kongenital atau bawaan, diantaranya ada yang khas pada anak-anak dan beberapa dapat timbul pertama kali pada berbagai usia. Sindroma epileptik yang spesifik pada anak-anak sangatlah ditentukan oleh umur. Epilepsi yang disebabkan kelainan metabolik herediter atau kelainan genetik biasanya dimulai pada masa kanak-kanak, epilepsi yang disebabkan trauma lahir kadang-kadang timbul pertama kali pada masa dewasa walaupun hal ini tidak biasa dan sebagian kecil kasus epilepsi umum primer dimulai pada usia dewasa. Tumor otak tertentu biasanya terdapat pada anak-anak (misalnya meduloblastoma), lainnya pada orang dewasa (meningioma) dan beberapa penyakit hanya terdapat pada usia lanjut (misalnya demensia presenilis dan penyakit serebrovaskuler). Berbagai keadaan lain terjadi pada anak-anak meupun orang dewasa (misalnya trauma infeksi otak). 

II.2.Epidemiologi
Pada tahun 2000, diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 37 juta orang di antaranya adalah epilepsi primer, dan 80% tinggal di negara berkembang. Laporan WHO (2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi aktif di antara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi dan insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara berkembang . Epilepsi dihubungkan dengan angka cedera yang tinggi, angka kematian yang tinggi, stigma sosial yang buruk, ketakutan, kecemasan, gangguan kognitif, dan gangguan psikiatrik. Pada penyandang usia anak-anak dan remaja, permasalahan yang terkait dengan epilepsi menjadi lebih kompleks. Penyandang epilepsi pada masa anak dan remaja dihadapkan pada masalah keterbatasan interaksi sosial dan kesulitan dalam mengikuti pendidikan formal. Mereka memiliki risiko lebih besar terhadap terjadinya kecelakaan dan kematian yang berhubungan dengan epilepsy. 
Epilepsi dijumpai pada semua ras di dunia dengan insidensi dan prevalensi yang hampir sama, 2 % dari penduduk dewasa pernah mengalami kejang dan sepeetiga dari kelompok tersebut mengalami kejang . Walaupun beberapa peneliti menemukan angka yang lebih tinggi di negara berkembang. Penderita laki-laki lebih banyak daripada penderita wanita, dan lebih sering dijumpai pada anak pertama. 

II.3.Klasifikasi
Klasifikasi ILAE 1981 untuk jenis bangkitan epilepsi:
II.3.1. Bangkitan Parsial
• Bangkitan parsial sederhana ; bangkitan parsial dengan kesadaran tetap normal.
1. Dengan gejala motorik
2. Dengan gejala sometosensorik atau sensoris parsial
3. Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium, pucat, berkeringat, piloreksi, dilatasi pupil)
4. Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur) : disfasia, dimensia, kognitif, afektik, ilusi dan halusinasi.
• Bangkitan parsial kompleks (disertai gangguan kesadaran)
1. Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan kesadaran
2. Bangkitan parsial yang disertai gangguan kesadaran saat awal bangkitan
3 Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder
3.1. Parsial sederhana yang menjadi umum tonik klonik
3.2. Parsial kompleks menjadi umum tonik klonik
3.3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks kemudian menjadi umum
tonik klonik
II.3.2. Bangkitan umum (konvulsif dan nonkonvulsif)
1. Lena (absence) , pada bangkitan ini kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak bicara. Biasa bangkitan ini berlangsung selama ¼ - ½ menit dan biasanya dijumpai pada anak.
2. Mioklonik, terjadi konraksi mendadak ,sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot-otot, sekali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.
3. Klonik, pada bangkitan ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelejot, dijumpai terutama sekali pada anak.
4. Tonik, pada nagkitan ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku , juga terdapat pada anak.
5. Tonik-klonik, bangkitan ini dijumpai pada umur diatas balita yang terkenal dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu serangan.
6. Atonik, pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Terutama dijumai pada anak.
II.3.3 Bangkitan tak tergolongkan
Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang ritmik, mengunyah-ngunyah, gerakan seperti berenang, mengigil, atau pernapasan yang mendadak berhenti sementara. 

II.4. Etiologi
Etiologi epilepsi dapat dibagi atas 3 kelompok :
• Epilepsi idiopatik yang penyebabnya tidak diketahui meliputi ± 50% dari penderita epilepsi anak umumnya mempunyai predisposisi genetik, awitan biasanya pada usia > 3 tahun. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan ditemukannya alat – alat diagnostik yang canggih kelompok ini makin kecil
• Epilepsi simptomatik disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat. Misalnya : post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP), gangguan metabolik, malformasi otak kongenital, asphyxia neonatorum, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat), kelainan neurodegeneratif.
• Epilepsi kriptogenik dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, termasuk disini adalah sindrom West, sindron Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinik sesuai dengan ensefalopati difus. 

II.5.Patofisiologi
Secara teoritis ada dua faktor yang dapat menyebabkan hal ini :
a. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron penghambat kurang optimal hingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan. Fungsi neuron penghambat bisa kurang optimal antara lain bila konsentrasi GABA tidak normal. Otak pasien yang menderita epilepsi ternyata memang mengandung konsentrasi GABA yang rendah. Hambatan oleh GABA dalam bentuk inhibisi potensial postsinaptik (IPSIs = inhibitory post synaptic potentials) adalah lewat reseptor GABAA Gamma amino butyric acid (GABA). Suatu hipotesa mengatakan bahwa aktivitas epileptik disebabkan oleh hilang atau berkurangnya inhibisi oleh GABA. Zat ini merupakan neurotransmitter inhibitorik utama di otak. Ternyata bahwa sistem GABA ini sama sekali tidak sesederhana seperti yang disangka semula. Riset membuktikan bahwa perubahan pada salah satu komponennya bisa menghasilkan inhibisi tak lengkap yang akan menambah rangsangan. Ada kesan bahwa peran GABA pada absence dan pada epilepsi konvulsif tidak sama. Kini belum ada kesepekatan tentang peran GABA pada epilepsi kronis.
b. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron eksitatorik berlebihan hingga terjadi pelepasan impuls epileptik berlebihan juga. Kemungkinan lain adalah bahwa fungsi jaringan neuron penghambat normal tapi sistim pencetus impuls (eksitatorik) yang terlalu kuat. Keadaan ini bisa ditimbulkan oleh meningkatnya konsentrasi glutamat di otak . sampau berapa jauh peran peningkatan glutamat ini pada orang yang menderita epilepsi belum diketahui secara pasti. Glutamat sejak lama diakui sebagai zat yang berperan pada sinaps perangsang di korteks dan hipocampus. Hayashi pada tahun 1954 menemukan bahwa aplikasi glutamat topikal akan menimbulkan bangkitan paroksimal seperti pada epilepsi. Kini diketahui bahwa sistem glutamat ini juga terdiri dari beberapa subtip reseptor lagi. Glycine diperlukan untuk fungsi glutamat sedangkan zinc memblokir pengaruhnya bila diberikan sebelum serangan dimulai. 

II.6.Gejala Klinis
Kejang parsial simplek, dimulai dengan muatan listrik di bagian otak tertentu dan muatan ini tetap terbatas di daerah tersebut. Penderita mengalami sensasi, gerakan atau kelainan psikis yang abnormal,tergantung kepada daerah otak yang terkena. Jika terjadi di bagian otak yang mengendalikan gerakan otot lengan kanan, maka lengan kanan akan bergoyang dan mengalami sentakan; jika terjadi pada lobus temporalis anterior sebelah dalam, maka penderita akan mencium bau yang sangat menyenangkan atau sangat tidak menyenangkan. Pada penderita yang mengalami kelainan psikis bisa mengalami dejavu (merasa pernah megalami perasaan seperti sekarang di masa yang lalu.
Kejang Jacksonian gejalanya dimulai pada satu bagian tubuh tertentu (misalnya tangan atau kaki) dan kemudian menjalar ke anggota gerak, sejalan dengan penyebaran aktivitas listrik di otak.
Kejang parsial (psikomotor) kompleks, dimulai dengan hilangnya kontak penderita dengan lingkungan sekitarnya selama 1-2 menit. Penderita menjadi goyah, menggerakkan lengan dan tungkainya dengan cara yang aneh dan tanpa tujuan, mengeluarkan suara-suara yang tak berarti, tidak mampu memahami apa yang orang lain katakan dan menolak bantuan. Kebingungan berlangsung selama beberapa menit, dan diikuti dengan penyembuhan total.
Kejang konvulsif (kejang tonik-klonik, grand mal) biasanya dimulai dengan kelainan muatan listrik pada daerah otak yang terbatas. Muatan listrik ini segera menyebar ke daerah otak lainnya dan menyebabkan seluruh daerah mengalami kelainan fungsi.
Epilepsi primer generalisata ditandai dengan muatan listrik abnormal di daerah otak yang luas, yang sejak awal menyebabkan penyebaran kelainan fungsi. Pada kedua jenis epilepsi ini terjadi kejang sebagai reaksi tubuh terhadap muatan yang abnormal. Pada kejang konvulsif, terjadi penurunan kesadaran sementara, kejang otot yang hebat dan sentakan-sentakan di seluruh tubuh, kepala berpaling ke satu sisi, gigi dikatupkan kuat-kuat dan hilangnya pengendalian kandung kemih. Sesudahnya penderita bisa mengalami sakit kepala, linglung sementara dan merasa sangat lelah. Biasanya penderita tidak dapat mengingat apa yang terjadi selama kejang.
Kejang petit mal, dimulai pada masa kanak-kanak, biasanya sebelum usia 5 tahun. Tidak terjadi kejang dan gejala dramatis lainnya dari grandmal. Penderita hanya menatap, kelopak matanya bergetar atau otot wajahnya berkedut-kedut selama 10-30 detik. Penderita tidak memberikan respon terhadap sekitarnya tetapi tidak terjatuh, pingsan maupun menyentak-nyentak.
Status epileptikus, merupakan kejang yang paling serius, dimana kejang terjadi terus menerus, tidak berhenti. Kontraksi otot sangat kuat, tidak mampu bernafas sebagaimana mestinya dan muatan listrik didalam otaknya menyebar luas. Jika tidak segera ditangani, bisa terjadi kerusakan jantung dan otak yang menetap dan penderita biasa meninggal. Spame Infatil adalah serangan berupa fleksi atau ekstensi satu kelompok, akut atau lebih secara mendadak, biasanya terjadi berturutan dan sering disertai dengan teriakan. Satu dari 3.000 anak terkena serangan ini dan 90% diantaranya terjadi antara usia 3-12 bulan. West Syndrom bisa dibedakan menjadi dua jenis yaitu simptomatik dan cryptogenik. Jenis simptomatik disebabkan karena ada kelainan neurologis sebelumnya. Sedangkan jenis cryptogenic tidak diketahui penyebabnya. Jenis spasmenya adalah berkelompok (kluster) dan dalam satu kluster bisa mencapai 125 spasme. Biasanya gejala timbul setelah bangun tidur. Pada saat terjadi spasme biasanya anak menangis dan spasme ini bisa terus berlangsung .Serangan mungkin dicetuskan oleh bunyi atau penanganan (“handling”) dan dapat terjadi banyak kali sehari. Sering terlihat gambaran EEG yang khas (“hypsarrhythmia”). Pengobatan infantile spasms sampai saat ini belum memuaskan. ACTH diyakini lebih efektif dibandingkan penggunaan kortikosteroid sehingga rekomendasi lini pertama adalah ACTH sedini mungkin. Namun efek samping ACTH harus diwaspadai. Sedangkan melalui penelitian, topiramate cukup efektif untuk monoterapi pada anak di atas 2 tahun. Mortalitas spasme infatil sekitar 25 %, yang 50% lagi diikuti dengan kemunduran atau keterlambatan perkembangan atau gejala sisa neurologis lain dan sekita 50% diantaranya berkembang menjadi epilepsi kronik. Bila kasus-kasus kriptogenik ditangani segera secara serius, prognosis akan lebih baik .5
Sindrom Lennox-Gastaut, istilah ini digunakan untuk sindrom epileptik pada masa kanak-kanak dengan ciri keterbelakangan mental dan serangan kejang disertai corak EEG yang khas berupa gelombang lambat dan paku yang difus. Sindrom lennox-gastaut termasuk dalam bentuk epilepsi general yang simtomatik dengan prevalensi sekitar 2-3% dari seluruh kasus epilepsi. Puncak onset terjadi di usia 3-5 tahun. Secara umum sindrom ini berkaitan dengan tipe kejang yang multipel. Tetapi yang paling khas adalah adanya axial tonic seizure yang menyebabkan cedera. Sedangkan kejang atypical absence , atonic atau drop attack serta kejang mioklonik dan tonik klonik, juga bisa ditemui. Hasil EEG secara umum lambat (< 2 Hz). Biasanya penderita memiliki IQ rendah dan ada kemunduran mental. Serangan pertama kali biasanya terjadi antara usai 1-6 tahun, sering terdapat keterbelakangan mental yang kadang-kadang berat dan pasien hampir selalu mengalami serangan kejang yang parah berupa campuran serangan tonik, lena atipik, atonik dan klonik klasik, sering terjadi setiap hari. Serangan ini sukar diatasi dengan obat antikonvulsan, dan prognosis biasanya buruk. Sindom lennox-gastaut ini dapat terjadi tanpa sebab yang jelas atau dihubungkan dengan berbagai abnormalitas yang ada sebelumnya (mis : anomali perkembangan, kelainan metabolik, dan setelah infeksi otak). Prognosis sindrom ini juga sangat buruk, lebih dari 80% tidak bisa disembuhkan. Untuk mengatasi sindrom ini diperlukan politerapi yaitu kombinasi topiramate, lamotrigine dan valproate. 

II.7.Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala yang disampaikan oleh orang lain yang menyaksikan terjadinya serangan epilepsi pada penderita. EEG (elektroensefalogram) merupakan pemeriksaan yang mengukur aktivitas listrik di dalam otak. Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit dan tidak memiliki resiko. Elektroda ditempelkan pada kulit kepala untuk mengukur impuls listrik di dalam otak. Setelah terdiagnosis, biasanya dilakukan pemeriksaan lainnya untuk menentukan penyebab yang bisa diobati. 3
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk:
- mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
- menilai fungsi hati dan ginjal
- menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan adanya infeksi)
EKG (elektrokardiogram) dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan irama jantung sebagai akibat dari tidak adekuatnya aliran darah ke otak, yang bisa menyebabkan seseorang mengalami pingsan. Pemeriksaan CT scan dan MRI dilakukan untuk menilai adanya tumor atau kanker otak, stroke, jaringan parut dan kerusakan karena cedera kepala. Kadang dilakukan pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak.
Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinik dalam bentuk bangkitan epilepsi berulang (minimum 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran epileptiform pada EEG. Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menuju ke diagnosis adalah sbb :
1. Anamnesis
• Pola atau bentuk bangkitan
• Lama bangkitan
• Gejala sebelum, selama dan pasca bangkitan
• Frekuensi bangkitan
• Factor pencetus
• Ada atau tidak adanya penyakit lain yang diderita sekarang
• Usia pada saat terjadinya bangkitan pertama
• Riwayat pada saat dalam kandungan, persalinan dan perkembangan bayi atau anak
• Riwayat terapi epilepsi sebelumnya
• Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
2. Pemeriksaan fisis umum dan neurologis
Dilakukan pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan secara pediatris dan neurologis. Bila perlu dikonsulkan ke bagian mata, THT, hematologi, endokrinologi dan sebagainya. Diperiksa keadaan umum, tanda-tanda vital, kepala, jantung, paru, perut, hati dan limpa, anggota gerak dan sebagainya. Hal yang perlu diperiksa antara lain adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, misalnya trauma kepala, infeksi telinga atau sinusitis, gangguan congenital, gangguan neurologic fokal atau difus, kecanduan alcohol atau obat terlarang dan kanker. Pada pemeriksaan neurologis diperhatikan kesadaran, kecakapan, motoris dan mental, tingkah laku, berbagai gejala proses intrakranium, fundus okuli, penglihatan, pendengaran, saraf otak lain, sistem motorik (kelumpuhan, trofik, tonus, gerakan tidak terkendali, koordinasi, ataksia), sistem sensorik (parastesia, hipestesia, anastesia), refleks fisiologis dan patologis.

3. Pemeriksaan penunjang:
• Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG). Merupakan pemeriksaan yang mengukur arus listrik dalam otak. Rekaman EEG sebaiknya dilakukan pada saat bangun, tidur dengan stimulasi fotik, hiperventilasi, stimulasi tertentu sesuai pencetus bangkitan (pada epilepsi refleks).
• Pemeriksaan pencitraan otak. MRI merupakan prosedur pencitraan pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas tinggi dan lebih spesifik dibanding dengan CT Scan. MRI dapat mendeteksi sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa. Pemeriksaan MRI diindikasikan untuk epilepsy yang sangat mungkin memerlukan terapi pembedahan.
• Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan darah, meliputi hemoglobin, leukosit, hematokrit, trombosit dan apusan darah tepi, elektrolit, kadar gula, fungsi hati, fungsi ginjal,.
- Pemeriksaan cairan serebrospinal, bila dicurigai adanya infeksi SSP.
II.8.Diagnosis Banding
Diagnosis epilepsi ditegakkan terutama secara klinis, yaitu berdasarkan deskripsi kejang, biasanya dari saksi karena pasien tidak sadar akan gejala-gejalanya. Diagnosis bandingnya antara lain :
- Sinkop
- Disritmia jantung
- Pseudoseizzure
- Hiperventilasi/serangan panic
- Serangan iskemik transient ( TIA)
- Narkolepsi
- Hipoglikemi
- Gangguan vestibular
Dari diagnosis banding ini yang terpenting adalah sinkop dan pseudoseizzure ( serangan simulasi baik tidak sadar, serangan histeris, ataupun sadar, pura-pura)
II.9 Pengobatan
Terapi Medikamentosa
Antikonvulsan profilaksis jarang diresepkan pada kejang tunggal dan terisolasi, dan baru akan mulai diberikan jika terjadi serangan kedua. Pilihan obat ditentukan oleh tipe syndrome epilepsi. Secara umum diperlukan control teratur untuk menetapkan dosis minimum efektif dan memantua efek samping obat. Pengukurank adar antikonvulsan dalam darah dapat membantu pemantauan. Mayoritas pasien epilepsi (70%) akan terkontrol dengan baik dengan 1 obat. Akan tetapi , ada beberapa pasien yang membutuhkan tambahan obat. Pada pasien yang membutuhkan 3 obat atau lebih angka keberhasilan terapinya rendah. 5
Prinsip terapi farmakologik pasien epilepsi anak pada umumnya sama dengan prinsip terapi farmakologik pasien dewasa yaitu:
a) Obat-obat anti epilepsi mulai diberikan bila:
• Diagnosis epilepsi telah ditegakkan
• Pasien, terutama keluarga pasien (pada pasien anak) telah menerima penjelasan tentang tujuan pengobatan
• Pasien maupun keluarganya telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping obat anti epilepsi yang akan timbul.
b) Terapi dimulai dengan monoterapi.
c) Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai mencapai dosis efektif.
d) Bila dengan pemberian dosis maksimum obat pertama tidak dapat mengontrol bangkitan, maka perlu ditambahkan obat anti epilepsi kedua. Bila obat anti epilepsy telah mencapai kadar terapi maka obat anti epilepsi pertama diturunkan bertahan (tapering off), perlahan-lahan.
e) Penambahan obat ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal kedua obat anti epilepsi pertama.
f) Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk diberi terapi bila:
• Dijumpai fokus epilepsi yang luas pada EEG
• Pada pemeriksaan CT scan atau MRI dijumpai lesi yang berkorelasi dengan bangkitan, misalnya neoplasma otak, AVM, abses otak, ensefalitis herpes
• Pada pemeriksaan neurologik dijumpai kelainan yang mengarah pada adanya kerusakan otak
• Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua)
• Riwayat bangkitan simptomatik
• Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadaran, stroke, infeksi SSP
• Bangkitan pertama berupa status epileptikus.
Efek samping obat-obat anti epilepsi perlu diperhatikan, demikian pula halnya dengan interaksi farmakokinetik antar obat anti epilepsi.
Terapi Bedah
Akhir-akhir ini terapi bedah saraf semakin dipertimbangkan untuk pasien dengan epilepsy yang terus-menerus, refrakter terhadap dosis maksimal anti konvulsan terutama pada pasien dengan lokasi onset kejang yang jelas. Sekarang ini dengan pencitraan MR telah dapat di edentifikasi lesi kecil lobus temporal, skeloris atau kelainan perkembangan (hematoma) yang sebelumnya tidak dapat diidentifikasi dengan CT scan. Pada pasien lain dimana tidak ada lesi pada pencitraan, maka focus epileptogenik dapat dideteksi dari elktrofisiologi. Pasien ini dapat menjalani operasi pembedahan untuk menghilangkan jaringan epileptogenik. Pada kasus simtomatik yang kurang spesifik, prosedur bedah dapt diindikasikan , termasuk hemisferektomi dan prosedur-prosedur pemutusan hubungan, seperti pemotongan corpus kalosum. Pada semua kasus, terapi bedah hanya dilakukan pada pasien-pasien terpilih, dinilai oleh pusat study saraf termasuk penentuan fungsi jaringan yang akan dihilangkan.
Pemakaian Obat Anti Epilepsi pada Anak.
Penderita epilepsi cenderung untuk mengalami serangan kejang secara spontan, tanpa faktor provokasi yang kuat atau yang nyata. Timbulnya bangkitan kejang yang tidak dapat diprediksi pada penderita epilepsi selain menyebabkan kerusakan pada otak, dapat pula menimbulkan cedera atau kecelakaan. Kenyataan inilah yang membuat pentingnya pemberian antikonvulsan pada pasien epilepsi. Antikonvulsi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi (epileptic seizure). Golongan obat ini lebih tepat dinamakan anti epilepsi sebab jarang digunakan untuk gejala konvulsi penyakit lain.
Terdapat dua mekanisme anti epilepsi yang penting yaitu:
1. Mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dalam fokus epileptik
2. Mencegah letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari fokus epilepsi. Bagian terbesar antiepilepsi yang dikenal termasuk dalam golongan terakhir ini.
Mekanisme kerja antiepilepsi hanya sedikit yang dipahami dengan baik. Berbagai obat antiepilepsi diketahui mempengaruhi berbagai fungsi neurofisiologik otak, terutama yang mempengaruhi sistem inhibisi yang melibatkan GABA dalam mekanisme kerja berbagai antiepilepsi.
Obat antiepilepsi terbagi dalam delapan golongan. Empat golongan antiepilepsi mempunyai rumus dengan inti berbentuk cincin yang mirip satu sama lain yaitu golongan hidantoin, barbiturate, oksazolidindion dan suksinimid. Akhir-akhir ini karbamazepin dan asam valproat memegang peran penting dalam pengobatan epilepsi; karbamazepin untuk bangitan parsial sederhana maupun kompleks, sedangkan asam valproat terutama untuk bangkitan lena maupun bangkitan kombinasi lena dengan bangkitan tonik klonik.
Penghentian Obat Anti Epilepsi
Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam menghentikan terapi obat entiepilepsi yaitu :
1. Syarat umum untuk menghentikan pemberian obat antiepilepsi :
 Pasien menjalani terapi secara teratur dan telah bebas dari bangkitan selama minimal dua tahun
 Gambaran EEG normal
 Dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan
 Penghentian dimulai dari satu obat antiepilepsi yang bukan utama.
2. Kekambuhan setelah penghentian obat antiepilepsi. Kekambuhan setelah penghentian obat antiepilepsi akan lebih besar kemungkinannya pada keadaan sebagai berikut:
• Semakin tua usia
• Epilepsi simptomatik
• Gambaran EEG yang abnormal
• Semakin lama adanya bangkitan sebelum dapat dikendalikan
• Tergantung banyak sindrom epilepsi yang diderita; sangat jarang pada sindrom epilepsi benigna dengan gelombang tajam pada daerah sentro-temporal, 5-25% pada epilepsi lena masa kanak-kanak, 25-75% epilepsi parsial kriptogenik/simptomatik, 85-95% pada epilepsy mioklonik pada anak.
• Penggunaan lebih dari satu obat antiepilepsi
• Masih mendapatkan satu atau lebih bangitan setelah memulai terapi
• Mendapat terapi 10 tahun atau lebih.
Kemungkinan untuk kambuh lebih kecil pada pasien yang telah bebas dari bangkitan selama 3-5 tahun, atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum pengurangan dosis obat anti terapi), kemudian dievaluasi kembali. 

II.10 Prognosis
Pasien epilepsi yang berobat teratur, 1/3 akan bebas serangan paling sedikit 2 tahun dan bila lebih dari 5 tahun sesudah serangan terakhir obat dihentikan, pasien tidak mengalami bangkitan lagi, dikatakan telah mengalami remisi. Diperkirakan 30 % pasien tidak akan mengalami remisi meskipun minum obat teratur.
Sesudah remisi, kemungkinan munculnya serangan ulang paling sering didapatkan pada bangkitan tonik-klonik dan bangkitan parsial kompleks. Demikian pula usia muda mudah mengalami relaps sesudah remisi.






Senin, 30 Agustus 2010

Selimut Hati

Dudukku tak lagi sendiri ….
Laguku tak lagi sedih…
Tawa itu telah kembali menemani
Malam hari ini jauh lebih indah bagiku

Yah..Aku bersamanya.. dan kini disampingnya
Ku tatap wajah yang sangat aku rindukan..
Serindu ku tatap bintang-bintang di malam ini..
Bintang pun sepertinya ikut tersenyum bersamaku..dan menyapaku
“Dialah bintangmu yang paling bersinar, yang selalu menerangi dan menyelimuti hari-hari dalam hidupmu”

26 Pebruari 2009
CharLie

For U my Lord...

Apa yang kau pikirkan ketika tadi engkau menatapku??
Tatapan yang dulu begitu hangat dan lembut… kini dingin dan angkuh
Walau itu hanya sekejab, namun kini tak lagi…
Amarahmu…mampu membuatku tak mampu menatap hari esokku…
Gelap dan kelam, itu yang terasa saat kau memalingkan wajahmu tak menatapku..
Bukan itu yang kuinginkan…
Malam kini semakin larut dan dingin, namun tak membuat hatiku ikut hanyut didalamnya.
Namun, saat kau tersenyum…bintang-bintang seraya ikut bersenda gurau menyaksikan..
Rindukah atau hanya lintasan asa…
Seperi sebuah tarian mistik yang membuatkau terpukau akan keangunan tingkah lakumu
Langkahmu kah yang akan membawaku bersamamu…
Dan kini kuberdiri di balik bayang-bayangmu…
Angin Kembali mendera menerpa wajah..mendinginkan batin..,menjauhkan angannya….
Akankah tetap jauh..
Sunyi pun benar tak berteman, tak ada rasa pada tawa riang, tak ada riang meski langit berpelangi
Oh nurani.. apakah sama saja akan selalu jauh..

Rasa, maafkan jika tak terjalin sesuai yang engkau mau
Jiwa, maafkan jika kusentuh namun tak jua terjalin
Inginku rasa dan jiwa itu bertaut satu sama lain, namun
Angin kembali mendera menerpa wajah, mendinginkan batin, menjauhkan angannya….

Angin itu..seolah menghembuskan kanyataan dan realita yang ada
Membayangi langkah menggapainya…seolah berkata “sadarlah, bukan untukmu”
Entah nurani yang berbicara atau lintasan angan keputusasaan..
Tak satupun ku turut.

Sampai Tuhan memberiku,…itulah rasa,jiwa, dan nurani ku


”Rasa itu tlah lama terjalin,,hanya saja hati ini yang tak mampu mengkui…
Maafkanlah hati ini yang tlah melewatkan rasa itu…”

Sekilas udara yang mungkin tak kau rasa

Apa pernah menatap langit di malam hari??
Jika pernah, apa yang kau cari ??kilau bintangnya atau damai sepinya??
Apa pernah melihat cahaya surya menyinari ??
Jika pernah, apa yang kau cari?? Sinar terangnya atau hangat sapaannya??
Menatapmu….tak jauh dariku..seperti malam, bukan kilaumu yang kudamba..tapi damaiku jika bersamamu….
Jika pernah menatapku, apa yang kau cari??
Dekat denganmu…berada di sampingmu….seperti hati tak hanya menginginkan cahayamu,..juga hangatku dengan sapaanmu
Jika dedaunan kering dan ranting patah seperti hilang harapan…
Engkau mungkin tak tau…itulah rasaku melihat wajahmu murung..
Jika kupu-kupu beterbangan menari indah di udara…
mungkin itulah letupan asaku untukmu saat melihat wajahmu tersenyum lembut
meski seperti sekilas udara yang mungkin tak kau rasakan ……
26 Pebruari 2009

Ku Ingin Katakan


Seperti  degupan jantung, perhatianmu itu menyawai tubuh
Menyeka letih yang melekat, membasuh luka tak tartahan
Seperti sinar mentari pagi….hangat mengalir dari genggaman tanganmu,
Merasuk keruang – ruang tubuh paling dalam memberi  damai pada jiwaku.
Tatapanmu selembut rembulan…memberi  terang di setiap hatiku yang padam
Membasuh ranting hatiku yang haus
Hanya dirimu !!!
Kuingin ini nyata dan bukanlah ilusi!!! Bukan hanya sementara yang akan membunuhku akhirnya..
Ya  biarlah… ijinkan kumimpikan dirimu dalam  tidurku..
Ku tak akan berhenti, kuingin slalu hadir disetiap mimpi tidurmu..
Biarkanku menghiasi hidupmu, beriku sedikit ruang tenang saat teringat dirimu.
Sampai pada saat dirimu jenuh dengan hadirku, biarlah dirimu pergi tanpa pernah tahu…
Aku menyimpan hatimu untukku, aku mengunci hatimu disatu tempat dalam jiwaku
Sampai roda waktu tak berhenti berputar, biarlah engkau menua termakan usia, namun tetap segar dalam anganku..
Jika nanti perhatianmu itu tak mungkin lagi menjadi hidupku…kan ku simpan rapi simfoni suara dan bahasa tubuhmu, sampai nafas-nafas terakhirku yang tersisa…
Selamanya

Seperti hembusan nafas


Seperti hembusan nafas, perhatian itu menyawai tubuh
menyeka letih yang melekat, membasuh perih tak tertahan…
seperti belaian sang dewi..hangat mengalir dari sentuhan tangannya..
meresap ke ruang-ruang tubuh paling dalam memberi hangat pada jiwa
tatapan seindah pelangi..memberi warna di setiap hati kelam..
membasahi ranting hati yang haus..
apakah dia?
Adakah ini nyata, atau ilusi? Ataukah hanya sementara dan akan membunuhku akhirnya..
Ya biarlah…biarlah sambil kumimpikan dalam tidurku..
Sampai pada saatnya ia akan berhenti, tentu tak akan kubiarkan dia lepas dari mimpiku
Biarkan menghiasi hidupku, beri sedikit ruang tenang saat teringat dirinya
Sampai pada saat ia jenuh dengan nyataku, biarlah ia pergi tanpa harus tau..aku menyimpan hatinya untukku, aku mengunci hatinya di satu tempat dalam batinku…
Sampai waktu tak berarti, biarlah ia menua termakan usia, tanpa harus tau betapa tetap segarnya wajahnnya di anganku…
Atau sampai perhatian itu tak mungkin lagi menjadi nafasku…biar ku simpan simfoni suara, bahasa tubuh dan ingatanku akannya sampai nafas-nafas terakhir yang ada..




Powered By Blogger